Subscribe to Comments

Minggu, 10 Mei 2009

SOSOK ABU BAKAR MAHMUDA ACEH TENGAH

Nama lengkapnya Abu Bakar Mahmuda, masa kecil dipanggil Abu. Ia lahir tahun 1934 di kampung Hakim Takengon. Didalam dirinya ada tetesan darah kenawat, karena ibunya berasal dari kenawat. Panggilan yang sesuai dengan adat Gayo adalah Aman Fahruzzaman, nama anaknya yang pertama, Fahruzzaman dari perkawinannya dengan Salimah, anak Noh Aman Semiah belah cik kenawat. Perkawinan yang sakinah, telah dikaruniai dua putra dan tiga putri.
Dalam meniti karir, setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda Fakultas Syari'ah, Abu Bakar memilih profesinya sebagai guru. Karena menurut hematnya, propesi guru merupakan tempat yang tepat untuk menambah ilmu pengetahuan, karena selain kegiatan mengajar, juga belajar.
Demikianlah sesuai dengan bidang studinya, Abu Bakar mengajar di PGA VI tahun di Takengon. Pekerjaan ini ia tekuni, sehingga telah berhasil mendidik guru-guru agama yang siap pakai. Anak-anak didiknya telah tersebar luas di seluruh Aceh Tengah dan bahkan sudah banyak yang bertugas di luar Aceh.
Dengan dileburnya PGA VI tahun dan kemudian berdirinya MAN di Takengon, Abu Bakar turut menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut. Ia terus mengabdikan dirinya pada sekolah tersebut sampai menjalani masa pensiunan.
Berangkat dari pengalaman belajar mengajar, Abu Bakar mengambil kesimpulan, bahwa pekerjaan menjadi guru adalah pekerjaan yang cukup mengasyikkan, karena kegiatan ini merupakan suatu seni untuk mengenal watak manusia. Selain itu, pekerjaan ini dapat menghilangkan kelebihan jiwa untuk menghadapi kekisruhan dunia.
Karena fikiran dan tenaganya masih potensial, dalam masa menjalani pensiun, Abu Bakar mencurahkan segenap perhatian pada pesantren. Menurutnya, lembaga tersebut merupakan tempat belajar yang informal, tetapi sangat praktis untuk mensosialisasikan ajaran agama (Islam), sebab keberadaan santri sangat terikat dengan segala peraturan yang berlaku dilingkungan pesantren wajib dipetuhi oleh santri-santrinya. Oleh karena itu, Abu Bakar menyarankan, untuk menghadapi tantangan zaman yang serba moderen (era globalisasi), sebaiknya pesantren diletakkan menjadi lembaga pendidikan yang terpadu, yang dalam artian memberikan pelajaran yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan demikian, santri-santri lepasan lembaga pendidikan tersebut tidak akan canggung berhadapab dengan kehadiran masyarakat moderen dan mampu mengimbangi dengan membangun masyarakat madani yang bernafas Islami.
Abu Bakar Mahmuda Aman Fahruzzaman adalah seorang tengku yang mempunyai pendirian kuat, terutama pada kebenaran. Baginya kompromi dalam penyimpangan ajaran yang dalam artian yang hakiki ia berpegang teguh pada kaidah-kaidah peraturan yang telah digariskan oleh Al-Qur'an dan Hadis. Oleh karena itu, ada kalangan yang berfikiran kerdil menganggap, bahwa Tengku Abu Bakar keras dan kaku. Padahal kalau kita simak lebih dekat, ia adalah hamba Allah yang berhati lembut dan berbudi bahasa yang indah.
Selaku tengku, Abu Bakar Aman Fahruzzaman selalu memperlihatkan pribadi yang Islami, penuh dedikasi dan pengabdian. Dialah satu-satunya palang pintu kampung Hakim, Bale dan Bujang, karena sesudah Tengku Abd Jalil, tiada lagi yang diharapkan kecuali Tengku Abu Bakar Mahmuda sebagai penggantinya.
Demikianlah sekelumit cerita tentang Tengku Abu Bakar mahmuda Aman Fahruzzaman, seorang pendidik yang idealis, yang setia pada propesinya, seorang suami dan seorang ayah yang budiman, karena telah mengabdi pada kaumnya serta rumah tangganya.

Comments :

0 komentar to “SOSOK ABU BAKAR MAHMUDA ACEH TENGAH”


Posting Komentar