Subscribe to Comments

Selasa, 04 Januari 2011

URGENSITAS PENDIDIKAN MENUJU MASYARAKAT MADANI (Telaah Analisis Masyarakat Aceh dan Pesantren Dayah)

Konsepsi tentang masyarakat madani adalah merupakan sebuah impian bagi sebagian individu. Banyak para tokoh telah mengimpikan masyarakat madani dengan berbagai disiplin ilmu, tetapi secara umum untuk menciptakan masyarakat madani banyak konsep melakukan pendidikan dengan pendekatan pendidikan. Pendidikan sangat urgen untuk mewujudkan masyarakat madani, karena generasi penerus sebagai anggota masyarakat harus benar-benar disiapkan untuk membangun masyarakat madani yang dicita-citakan. Masyarakat dan generasi muda yang mampu membangun masyarakat madani dapat dipersiapkan melalui pendidikan. Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) layak dan pantas untuk mewujudkan masyarakat, satu sisi NAD memberlakukan syari'at Islam, pendidikan Islam berupa pesantren/dayah sebagai benteng utama untuk mendidik masyarakat menjadi masyarakat madani. Inovasi pendidikan yang berkonteks pesantren perlu memperhatikan masalah-masalah pragmatik sehingga peserta didik tidak terlepas dari akar budaya dan masyarakatnya. Baca Selengkapnya..

Minggu, 10 Mei 2009

SOSOK TGK. H. ALI HASYIM ACEH TENGAH

Tengku Ali Hasyim bin Ra'adi Tengku Imam Setia Raja Kenawat dilahirkan pada 10 februari 1930 di Kenawat Takengon. Ia adalah seorang Tengku (Ulama) yang Intelek. Sewaktu lahir ia dinamakan Zakaria, tetapi karena sakit-sakitan, ia dipindah ibukan pada waktunya dan namanya diganti menjadi Ali Hasyim. Nama itulah yang terus melekat sampai dewasa ini sebagai tanda pengenalnya.
Dalam dirinya mengalir darah keningratan, karena kakeknya berasal dari keturunan Ule Balang Pasai, T. Muhammad Puteh yang menikah dengan gadis Gayo dari kenawat. Perkawinan ini telah melahirkan salah satu putranya, yaitu Ra'adi ayah dari Ali Hasyim. sedang dari pihak ibunya, Ali Hasyim mewarisi darah patriotisme. Karena ibunya, yang nama panggilannya Inen Beru adalah keturunan Merah Pupuk yang membangun dinasti Raja Penosan di Belangkejeren.
Baca Selengkapnya..

SOSOK ABU BAKAR MAHMUDA ACEH TENGAH

Nama lengkapnya Abu Bakar Mahmuda, masa kecil dipanggil Abu. Ia lahir tahun 1934 di kampung Hakim Takengon. Didalam dirinya ada tetesan darah kenawat, karena ibunya berasal dari kenawat. Panggilan yang sesuai dengan adat Gayo adalah Aman Fahruzzaman, nama anaknya yang pertama, Fahruzzaman dari perkawinannya dengan Salimah, anak Noh Aman Semiah belah cik kenawat. Perkawinan yang sakinah, telah dikaruniai dua putra dan tiga putri.
Dalam meniti karir, setelah menyelesaikan pendidikan Sarjana Muda Fakultas Syari'ah, Abu Bakar memilih profesinya sebagai guru. Karena menurut hematnya, propesi guru merupakan tempat yang tepat untuk menambah ilmu pengetahuan, karena selain kegiatan mengajar, juga belajar.
Demikianlah sesuai dengan bidang studinya, Abu Bakar mengajar di PGA VI tahun di Takengon. Pekerjaan ini ia tekuni, sehingga telah berhasil mendidik guru-guru agama yang siap pakai. Anak-anak didiknya telah tersebar luas di seluruh Aceh Tengah dan bahkan sudah banyak yang bertugas di luar Aceh.
Dengan dileburnya PGA VI tahun dan kemudian berdirinya MAN di Takengon, Abu Bakar turut menjadi tenaga pengajar di sekolah tersebut. Ia terus mengabdikan dirinya pada sekolah tersebut sampai menjalani masa pensiunan.
Berangkat dari pengalaman belajar mengajar, Abu Bakar mengambil kesimpulan, bahwa pekerjaan menjadi guru adalah pekerjaan yang cukup mengasyikkan, karena kegiatan ini merupakan suatu seni untuk mengenal watak manusia. Selain itu, pekerjaan ini dapat menghilangkan kelebihan jiwa untuk menghadapi kekisruhan dunia.
Karena fikiran dan tenaganya masih potensial, dalam masa menjalani pensiun, Abu Bakar mencurahkan segenap perhatian pada pesantren. Menurutnya, lembaga tersebut merupakan tempat belajar yang informal, tetapi sangat praktis untuk mensosialisasikan ajaran agama (Islam), sebab keberadaan santri sangat terikat dengan segala peraturan yang berlaku dilingkungan pesantren wajib dipetuhi oleh santri-santrinya. Oleh karena itu, Abu Bakar menyarankan, untuk menghadapi tantangan zaman yang serba moderen (era globalisasi), sebaiknya pesantren diletakkan menjadi lembaga pendidikan yang terpadu, yang dalam artian memberikan pelajaran yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu umum. Dengan demikian, santri-santri lepasan lembaga pendidikan tersebut tidak akan canggung berhadapab dengan kehadiran masyarakat moderen dan mampu mengimbangi dengan membangun masyarakat madani yang bernafas Islami.
Abu Bakar Mahmuda Aman Fahruzzaman adalah seorang tengku yang mempunyai pendirian kuat, terutama pada kebenaran. Baginya kompromi dalam penyimpangan ajaran yang dalam artian yang hakiki ia berpegang teguh pada kaidah-kaidah peraturan yang telah digariskan oleh Al-Qur'an dan Hadis. Oleh karena itu, ada kalangan yang berfikiran kerdil menganggap, bahwa Tengku Abu Bakar keras dan kaku. Padahal kalau kita simak lebih dekat, ia adalah hamba Allah yang berhati lembut dan berbudi bahasa yang indah.
Selaku tengku, Abu Bakar Aman Fahruzzaman selalu memperlihatkan pribadi yang Islami, penuh dedikasi dan pengabdian. Dialah satu-satunya palang pintu kampung Hakim, Bale dan Bujang, karena sesudah Tengku Abd Jalil, tiada lagi yang diharapkan kecuali Tengku Abu Bakar Mahmuda sebagai penggantinya.
Demikianlah sekelumit cerita tentang Tengku Abu Bakar mahmuda Aman Fahruzzaman, seorang pendidik yang idealis, yang setia pada propesinya, seorang suami dan seorang ayah yang budiman, karena telah mengabdi pada kaumnya serta rumah tangganya.
Baca Selengkapnya..

SOSOK TGK. ABU BAKAR PULIH ACEH TENGAH

Tengku Abu Bakar Pulih dilahirkan tahun1932 di kampung kebayakan Takengon Aceh Tengah. Setelah menamatkan SR (SD) tahun 1951 di kebayakan, ia masuk Sekolah Rendah Islam (SRI) di Bom Takengon. Kemudian melanjutkan pada Sekolah Menengah Islam (SMI) di tempat yang sama dan ia selesaikan tahun 1954. pada tahun berikutnya ia melanjutkan pada Tarbiyah Islamiyah di Candung Bukit Tinggi, tahun1957 selesai dengan memperoleh ijazah. Kemudian melanjutkan pada Fakultas Syari'ah Universitas Al Wahliyah di MedanSumatera Utara, dan ia selesai pada tahun 1966.
Pada tahun 1958 Abu Bakar Pulih mengajar di Qismul 'Ali Al Washliyah di medan. Pekerjaan tersebut ia tekuni selama 9 tahun, karena tahun 1967 ia pindah kembali ke Takengon. Dalam periode 1967-1972 ia mengajar di Al Washliyah Takengon. Selain mengajar, sejak dari medan ia juga aktif memberikan ceramah dan pengajian-pengajian di berbagai tempat.
Demikianlah aktivitas dan pengabdian Tengku Abu Bakar Pulih, tanpa mengenal lelah, ia telah memberikan tenaga dan fikiran untuk pendidikan, teristimewa pendidikan agama.
Tengku Ahmad Damanhuri (Silang)
Tengku Ahmad Damanhuri terkenal dengan panggilan Tengku Silang, ia hidup dalam tahun 1915-1940-an, ia adalah pendekar ulama tradisi di Tanah Gayo yang kemudian disebut Kaum Tua. Golongan tersebut mendominasi kehidupan beragama sepanjang tahun 1930-an di Gayo.
Tengku Ahmad Damanhuri adalah seorang diantara santri terbaik dari Tengku Muhammad Saleh Pulokitun. Ia juga murid terbaik dari Sulaiman Al Rasuli di Candung Bukit tinggi, Sumatera Barat.
Pada tahun 1938, Tengku Ahmad Damanhuri mendirikan Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Kebayakan Takengon. Sedang pesantren yang ia dirikan disebut pesantren Mersah Atu. Berdirinya lembaga ini sangat besar artinya bagi pertumbuhan pendidikan islam di Tanah Gayo, karena sejak itu perbaikan sistem pendidikan tradisional yang umumnya dilakukan di mesah dan joyah, akhirnya secara berangsur-angsur beralih ke sistem madrasah yang dalam pengertian sekolah. Ini berarti terjadi juga peralihan dari duduk bersila menjadi duduk dibangku dalam ruangan kelas yang berpetak-petak. Akhir tahun 1938 di bangun lagi sebuah Madrasah Tarbiyah Islamiyah di Kutekering (Kutelintang) di atas tanah wakaf Tengku Bahgie Cut alias Tengku Lah. Pimpinan sekolah tersebut dipercayakan juga pada Tengku Ahmad Damanhuri alias Tengku Silang.
Bedirinya lembaga ini, bukan saja membawa perobahan dalam sisetem pendidikan, tetapi juga telah menguatkan faham Islam tradisi, yang kemudian golongan ini disebut Kaum Tue. Golongan ini mendominasi kehidupan beragama sepanjang tahun1930-an di Gayo.
Sementara itu, tahun1938 Tengku Abd Jalil mendirikan Taman Pendidikan Islam di Takengon. Berdirinya lembaga tersebut, selain pendidikan, juga membawa faham baru, yaitu ajaran yang mengembalikan ajaran Islam secara total kepada proporsi yang sebenarnya, yang kemudian disebut Kaum Mude.
Berdirinya sekolah dan lembaga pendidikan Islam dari berbagai golongan dan faham ke Islaman yang tumbuh subur, akhir tahun 1930-an, telah menimbulkan persaingan antara satu dengan yang lain. Persaingan Kaum Tue dan Kaum Mude telah bermuara di arena pertengkaran yang tiada berujung.
Pada tahun 1939, konflik faham keagamaan ini mencapai puncaknya (lihat Tengku Abd Jalil). Reje Zainuddin, Kejurun Bukit menjadi sponsor perdebatan antara Kaum Tue yang diwakili oleh Tengku Ahmad Damanhuri dan Tengku Khatib Toweran dengan Kaum Mude yang diwakili oleh Tengku Abd Jalil dan Tengku Muchlis yang berlangsung di kantor Kejurun Bukit Mampak Kebayakan. Sedang dewan juri diantaranya: Ampun Zainuddin (ketua), Ampun Mahreje (moderator), Tengku Khalidin Hakim (anggota), Abu Mu'min (anggota), Mohammad Mochtar dan Haji Mustafa Salim (anggota). Agenda utama perdebatan adalah masalah talkin dan kenduri.
Perdebatan ini merupakan gelanggang pertengkaran, karena saling melontarkan predikat kafir dan muertad. Namun tanpa adanya penyelesaian menang atau kalah. Masing-masing pihak menganggap bahwa fahamnyalah yang paling benar.
Demikianlah peranan Tengku Ahmad Damanhuri, Tengku Silang seorang ulama yang telah meletakkan dasar pendidikan moderen di Tanah Gayo. Juga telah mengukuhkan faham tradisional menjadi kelompok yang bertahan sampai dewasa ini. Selain itu, Tengku Ahmad Damanhuri adalah tokoh pendiri dan pimpinan PUSA Cabang Aceh Tengah.
Baca Selengkapnya..

SOSOK TGK. ABDUR RAHMAN DAUDY ACEH TENGAH

Tengku Abdur Rahman Daudy, lebih populer dengan panggilan Tengku Mude Kala. Ia adalah seorang yang menjalankan dakwah islamiyah lewat syair-syair, tercatatlah ia sebagai penyair besar pada masa hidupnya di tanah gayo. Lewat syair-syairnya, ia telah menyampaikan pesan, petuah dan nasehat yang bernuansa agama.
Tengku Mude Kala lahir pada tahun 1910 di kebayakan takengon. Ia adalah anak sulung dari perkawinan tengku daud dengan jemi'ah. Saudara-saudaranya adalah samiala inen cut, banta cut dailany, bantara syam alias Abib dan Sulaiman daudy.
Pendidikan Tengku Mude Kala, pada tahun 1926 ia menyelesaikan pendidikan gubernemen kelas II di takengon. Untuk pendidikan agama, selain berguru dipesantren kebayakan, ia berguru juga di pesantren gele gantung kebayakan. Selanjutnya untuk menembah ilmu agama, pada tahun 1932 ia aktif mengikuti kursus dan pengajian-pengajian di kebayakan.
Pada tahun 1928 Tengku Mude Kala mengajar di volkschool kebayakan. Selanjutnya tahun1932 menjadi guru muhammadiyah jacobshool di teritit. Dalam tahun 1936-1939 menjadi guru ALMA DANIS di kebayakan. Selain itu, tahun1942 ia menjadi guru surat Baitul Maal Negeri Bukit di kebayakan. Pada masa pendudukan jepang 1942-1945 ia menjadi anggota Son Ku Hoin Bukit Syah Utama.
Pada masa kemerdekaan tahun 1945-1949, ia menjadi anggota Ksatriya PESINDO Devisi Rencong Kebayakan. Selain itu, tahun 1946-1955 ia menjadi Imam Mukim Kebayakan. Selanjutnya tahun 1948-1955 ia menjadi anggota mahkamah syara'iyah kewidanaan takengon. Juga ia menjadi guru honorer pada Kepolisian Resort Aceh Tengah. Sedang pengabdian lain adalah menjadi Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bukit dan ini ditekuninya sampai akhir hayatnya tahun 1961.
Karya-karya Tengku Mude Kala, tahun 1938 adalah Tafsirul Gayo. Sedang syair-syairnya yang amat dikenal adalah Kisah Hari Kiamat, Kisah Nabi Daud, Firman dan yang lainnya. Karya beliau yang monumental adalah Sejarah Daerah Gayo yang berbentuk syair dan telah diterbitkan oleh Balai Pustaka Jakarta.
Demikianlah sekilas pintas riwayat Tengku Abd Rahman Daudy alias Tengku Mude Kala. Ia telah menyumbangkan tenaga dan fikiran untuk pembangunan moral bangsa lewat syair. Ia juga tercatat sebagai veteran RI, kini ia telah tiada, ia berpulang ke rahmatullah tanggal 3 syawal 1961 dan dimakamkan di Bata Paya Rabo kebayakan Takengon.
Baca Selengkapnya..

SOSOK TGK. ABD. RAHMAN ACEH TENGAH

Tengku H. Abd Rahman Bebesen, seorang ulama, pendidik dan pendakwah yang telah menjadi simbol ketaatan masyarakat bebesen pada agama. Ia lahir tahun 1911 di bebesen takengon.
Abd rahman selain belajar mengaji pada tengku Abd Karim, ia juga berguru pada tengku abd rahman semaun di bebesen, kemudian tahun 1925-1937, selain berguru pada Tgk. Muhammad Ali Cut Meurak, ia berguru pada Tgk Muhammad Saleh Pulokitun. Pada tahun 1937, ia pindah berguru pada pesantren Cut Syahbuddin di samalanga.
Pada tahun 1938, setelah mendapat predikat Tengku, ia diangkat menjadi guru di Cut Meurak. Pada tahun 1939 ia kembali ke Takengon dan mendirikan Madrasah Tarbiyah Islam di bebesen. Selain itu, ia mengajar di Mersah Batin Kebayakan dan ia mengajar juga di pegasing.
Madrasah tarbiyah islam bebesen merupakan sumbangan tengku Abd Rahman yang tak ternilai bagi masyarakat bebesen. Karena sampai 1942 lembaga tersebut merupakan tujuan hampir semua tujuan pemuda untuk berguru.
Karya yang monumental Tengku H Abd Rahman adalah usahanya dalam pembangunan masjid bebesen dalam tahun 1940. pada masanya masjid tersebut merupakan masjid termegah dan merupakan lambang kemegahan umat islam di tanah gayo. Kemegahan masjid ini telah mengabadikan nama Tengku Abd Rahman, karena terus dikenang masa.
Agaknya merupakan sebuah malapetaka, karena ketika meletus G30/S/PKI masjid kebanggaan ini telah menjadi sarana keganasan PKI. Masjid tersebut mereka bakar habis. Akan tetapi, dengan semangat tinggi, Tengku Abd Rahman kembali memotivasi masyarakat bebesen untuk kembali membangun masjid kebanggaan ini. Alhamdulillah, dalam tempo yang tidak terlalu lama, masjid ini berdiri megah, bahkan arsitekturnya melebihi gaya masjid lama.
Masyarakat bebesen sangat fanatik pada Tengku Abd Rahman. Sikap ini tidak saja karena kedalaman ilmu agamanya, tetapi juga karena wibawa, maka ia sangat dihormati masyarakat bebesen. Salah satu fatwanya yang telah dipegang teguh oleh masyarkat bebesen adalah mengharamkan landak. Sedang sebelumnya, Tengku Muhammad Saleh Pulokitun telah memfatwakan bahwa landak itu halal. Karena itu masyarak tersebut telah menimbulkan perdebatan yang berkepanjangan dan tiada berkesudahan, karena masing-masing pihak mempertahankan prinsipnya.
Demikianlah kegiatan Tengku Abd Rahman, ia terus menekuni kegiatannya sebagai guru sampai hari tuanya. Namun frekwnsinya sudah berkurang, ia hanya memberikan pelajaran dua kali dalam seminggu di Masjid Bebesen, seorang Tengku (ulama) yang mempunyai kharisma, pendidik dan menjadi simbul penggerak keagamaan masyarakat gayo bebesen.
Baca Selengkapnya..

SOSOK TKG. ABDUL KADIR ACEH TENGAH

Agaknya sudah menjadi tabi'atnya, bahwa ia tidak pernah mengharapkan bantuan dari pihak manapun. Karena menurut keyakinananya, bahwa sesuatu yang terjadi itu adalah atas kehendak Allah swt. Pleh karena itu, ia tetap sabar menunggu akan kedatangan santri-santri yang dikirim Allah untuk belajar kepadanya. Demikianlah filisopi hidup Tengku Pasir, seorang ulama Gayo yang telah mencurahkan perhatiannya pada bidang pendidikan, khususnya pesantren. Santri-santri lepasaanya, selain meneruskan missinya dalam bidang pendidikan, juga telah berperan dalam mempopulerkan nama baik tengku pasir di seluruh daerah Gayo, khususnya Gayo Lut.
Tengku Pasir adalah nama panggilan, karena ia telah mengabdikan dirinya di pesantrenpasir, sebuah pesantren yan didirikan pada tahun 1942 di pasir kebayakan, terletak di tepi barat laut danau laut tawar. Sedangkan nama yang diberikan oleh orang tuanya adalah abdul kadir. Perkawinanya dengan ratih, putri raja banta, panggilan akrabnya empun rumah, namanya diwisuda menjadi aman siti rani. Nama yang disebut belakangan ini sesuai dengan tradisi gayo, yaitu anaknya yang pertama bernama siti rani. Perkawinan yang bahagia telah dikaruniai putra-putri yaitu siti rani, meninggal pada masa kecil, baihaqi yang nama lengkapnya adalah prof dr baihaqi a.k., mantan dosen iain bandung sekarang anggota dpr dari fraksi ppp, siti aminah inen masitah (alm) siti hadijah dan abdul majid (alm).
Tengku pasir merupakan anak tertua dari tiga bersaudara, ia lahir pada tahun 1910 di kebayakan. Ayahnya, hasan, seorang perantau yang berasal dari aceh pidie, ibunya suku gayo asli dari kebayakan. Adik tengku pasir adalah gibah yang kawin dengan tengku adbul rahman daudi yang panggilan ppulernya tengku muda kala, seorang ulama dan penyair gayo yang kenamaan. Ia telah mengubah syair-syair yang bernuansa agama dan yang terkenal adalah syair tentang asal-usul raja linge, sedang adiknya yang bungsu adalah aisyah.
Pada tahun 1920, ketika berumur 10 tahun,abdul kadir dimasukkan ayahnya mengaji kepada tengku khatib lut kebayakan. Setelah dapat membaca al-qur'an, pada tahun 1925 ia meneruskan pendidikannya di pesantren kenawat yang diasuh oleh tengku kadhi rampak. Pesantren ini pada masa itu merupakan pesantren yang terkenal di tanah gayo, santri-santrinya berdatangan dari kampung lain.
Pada masa selanjutnya, setelah abdul kadir menyelesaikan pendidikannya, ia mendapat kepercayaan penuh dari tengku kadhi rampak untuk mempin danmengajar di pesantren tersebut. Karena tengku kadhi rampak, selain kesibukan dalam dakwah, mendapat kepercayaan dari pemerintah kolonial belanda menjadi pimpinan pengadilan agama yang berkedudukan di takengon (lihat tengku kadir rampak).
Pada tahun 1927 pesantren kenawat semakin berkembang pesat dibawah asuhan tengku abdul kadir aman siti rani. Sistem pendidikan trdisionak veralih menjasi sistemm pendidikan yang modern. Para santri tidak lagi duduk bersila secara bersama di mersah atau di rumah tengku (guru) mengaji, tetapi telah duduk dibangku didalam ruangan kelas yang bersekat.
didalam perkembangan selanjutnya, lepasan lembaga pendidikan tersebut telah dapat melanjutkan pendidikannya di pesantren pulokitun cut meurak dan tempat lainnya dipesisir. Tercatatlah nama lepasan pesantren tersebut antara lain tengku h. ilyas leube, prof. dr. tgk. H. baihaqi. A.k., dan Drs.Tgk.H.Ali Hasyim.
Menjelang tahun 1942, tengku pasir pindah menetap dikebayakan. Sejalan dengan obsesinya, ia mendirikan pesantren di pasir kebayakan. Berdirinya pesantren tersebut pada dasarnya merupakan kelanjutan dari pesantren kenawat, karena sistem dan methodenya mengikuti tradisi dari kenawat, tetapi telah tersiar semerbak di seluruh tanah gayo. Hal ini dapat dibuktikan, karena santri-santrinya berdatangan dari berbagai kampung untuk berguru di pesantren ini.
Dalam mendidik, tengku pasir keras, ia sangat ketat menegakkan disiplin para santri yang melanggar peraturan akan mendapat sangsi berat. Namun demikian, didalam kenyataan ia dicintai, karena tidaklah menyurutkan minat para santri untuk berguru di lembaga pendidikan ini. Bahkan ada orang tua yang menyerahkan anaknya secara bulat, agar dididik menjadi orang yang berilmu dan berakhlak mulia.
Peristiwa Aceh tidak menutup aktivitas pesantren ini, karena santri dan lepasannya ada yang terlibat dalam gerakan DI/TII. Setelah terciptanya keamanan Aceh Tengku Pasir kembali membuka pintu dan menempatkan dirinya kembali di pesantren pasir untuk mencetak manusia-manusia yang berguna.
Demikianlah kegiatan tengku pasir, ia menggeluti pendidikan sampai akhir hayatnya. Setelah ia tiada, pesantren ini diasuh olehAbdul Majid anaknya yang bungsu.
Baca Selengkapnya..

KOLOM SILATURAHMI

Followers